Pilkada Benteng Demokrasi
Pilkada salah satu event demokrasi sangat bermakna dalam sejarah politik Indonesian. Bagaimana tidak, setelah lebih dari separuh abad republik ini, sekitar tahun 90-an pilkada dilakukan secara langsung oleh rakyat. Ini juga bersifat koheren dengan penyelenggaraan pemilihan presiden dan wakil presiden yang bersifat langsung (pasal 6A UUD 1945).
Ketentuan terkait dengan pilkada secara langsung bagian dari UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah Dan PP No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah Wakil Kepala Daerah.
Dalam konteks konsolidasi dan penguatan demokrasi Indonesia maka pilkada langsung oleh rakyat merupakan pilar yang bersifat memperkokoh bangunan demokrasi secara nasional. Demokrasi dalam politik lokal merupakan pondasi yang menopang pembangunan demokrasi nasional.
Kekosongan dan kelemahan di tingkat lokal menyebabkan kerapuhan demokrasi di tingkat nasional. Dengan demikian, pilkada secara langsung tidak dipungkiri lagi menjadi event ysng sangat penting yang sifatnya dalam memperkokoh benteng demokrasi baik tingkat lokal maupun tingkat nasional.
Dampak positif dari penyelenggaraan pilkada sebagai betikut :
Pertama; Pertisipasi politik daerah meningkat. Rakyat terpilih secara penuh untuk menentukan siapa-siapa saja kontestan yang dianggap memimiliki kredibilitas dan kapabilitas dalam memperjuangkan aspirasi rakyat.
Melalui proses semacam Itulah rakyat akan menyedari bahwa merekalah pemegang mandat politik yang sebenarnya. Rakyat juga akan berhati-hati dalam mewakilkan mandatnya. Sebab keresahan dalam memberikan mandat akan membawa akibat buruk terhadap kehidupan mereka.
Kedua; Legitimasi politik (direct democracy) memberi dampak legitimasi yang lebih kuat terhadap kepemimpinan daerah terpilih. Dibandingkan dengan demokrasi tidak langsung indirect democracy yang diterapkan waktu Orde Baru yakni melalui institusi DPRD. Mekanisme pemilihan langsung kepemimpinan yang terwujud benar-benar merefleksikan konfigurasi kekuatan politik dan kepentingan konstituen pemilih (rakyat). Sehingga dapat dipastikan bahwa kandidat yang terpilih secara demokratis telah mendapat dukungan sebagian besar masyarakat pemilih.
Berbeda dengan pola demokrasi elitis berbentuk perwakilan yang justru kerap kali bersifat mencurangi aspirasi mayoritas rakyat, Sehingga telah mencerminkan konfigurasi kepentingan dan aspirasi para anggota dewan sendiri.
Ketiga; Bersifat Accountability artinya kepala daerah sangat penting dalam pemilihan langsung oleh rakyat, sebab apabila rakyat sebagai pemilih menilai bahwa kepala daerah yang terpilih ternyata tidak dapat menjalankan tugas-tugasnya secara baik dan bertanggungjawab, maka rakyat akan memberi sangsi dalam pilkada berikutnya dengan tidak memilih kembali. Bahkan dimungkinkan adanya ruang bagi masyarakat untuk melakukan semacam impeachment di tengah jalan apabila kepala daerah terpilih dianggap benar-benar mengingkari tanggung jawabnya untuk memperjuangkan aspirasi dan kesejahteraan daerah.
Impeachment ini juga bisa digantikan menjadi semacam krisis kepercayaan.
Tidak ada komentar